Srawung atau silaturahim memegang peran penting dalam kehidupan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsep ini sangat terlihat dalam pengembangan Pesantren Rakyat Al-Amin di Sumberpucung, Malang, Jawa Timur.
“Kita harus menjaga karakteristik Pesantren Rakyat yang selalu srawung dengan semua golongan,” kata pendiri pondok, Ustaz Abdullah Sam, kepada Republika, Rabu (30/3).
Dimulai dengan tiga orang santri sejak 2008, kini Pesantren Rakyat telah memiliki 18 santri mukim dan lebih dari 50 santri kalong. Cabang Pesantren Rakyat kini telah berkembang di 70 lokasi di seluruh Indonesia.
Abdullah Syam, atau biasa dipanggil Cak Dul, adalah pria di balik berdirinya pesantren ini. Ia menekankan, srawung sebagai bagian penting dari pesantren yang ia dirikan.
Di al-Amin, Cak Dul tak hanya mendidik para santri seperti umumnya pesantren lain. Santri al-Amin terdiri dari berbagai usia serta latar belakang sosial dan pendidikan. Cak Dul menceritakan, santri al-Amin terdiri dari siswa taman kanak-kanak hingga S-2. Ada pula yang berasal dari latar belakang anak jalanan, pekerja seks, hingga mantan pecandu narkoba.
“Saya cenderung ke bawah, dikasih jadwal sama Pak Camat sebulan sekali di stasiun. Kita punya tim yang punya keahlian di situ, tak kurang 20 orang yang siap ngajar. Satu orang bisa ngajar dua orang, tiga orang,” kata dia.
Guna membimbing anak jalanan, Cak Dul tak menerapkan prinsip jemput bola, tapi membuat bola. Artinya, ia dan timnya tak hanya mendatangi lokasi-lokasi anak jalanan. Mereka membentuk organisasi, kelompok-kelompok seni, kelompok binaan, dan unit-unit lain untuk menaungi para anak jalanan. Dari situlah kegiatan pembinaan dilakukan dengan lebih intensif.
Di tanah seluas 1.000 meter persegi, kini Pesantren Al-Amin telah memiliki berbagai unit pendukung, seperti kampung Inggris, TPQ, PAUD, hunian santri mukim, dan fasilitas lainnya. Dengan pembinaan yang terus-menerus, Pesantren Al-Amin menawarkan enam buah keunggulan.
Pertama, kaderisasi yang baik. Dengan pola kaderisasi yang baik, Pesantren Al-Amin terus dapat dikembangkan di berbagai daerah. Agustus nanti, pesantren ini rencananya akan menyelenggarakan koordinasi nasional.
Keunggulan kedua, lagi-lagi adalah silaturahim. Cak Dul menyebutnya jagong maton, semacam diskusi ringan sembari duduk bersama, bercengkerama. Kegiatan ini bisa dilakukan di beranda masjid, di depan rumah, di selasar, atau di tempat lapang lainnya sembari gong-gongan, bermain musik, atau melakukan berbagai kegiatan lainnya.
“Ini efisien untuk mengubah pemikiran dan jiwa masyarakat. Kita tinggalkan keustazan kita dan menyatu dengan masyarakat,” ujar dia.
Beasiswa, pembelajaran bahasa Inggris yang intensif, dan dukungan teknologi informasi berupa Wi-Fi di sekitar area pondok juga menjadi salah satu keunggulan tersendiri. Selain itu, Pesantren Al-Amin juga mempunyai BMT sendiri untuk melayani kebutuhan masyarakat pesantren akan layanan keuangan.
Pesantren Al-Amin juga dipercaya Badan Narkotika Nasional untuk menangani para pecandu narkoba. Sejak berdiri, kata Cak Dul, sudah ada tak kurang 199 pecandu narkoba yang direhabilitasi. Ada yang menginap dalam hitungan hari, bulan, tahun, ada pula yang menjalani rawat jalan.
Untuk menerima pecandu narkoba, ia harus melakukan negosiasi terlebih dahulu dengan pihak pengirim atau pemberi rekomendasi. Syarat minimal yang diterapkan, antara lain, tidak sakau dan sudah dapat diajak berkomunikasi.
Srawung juga menjadi salah satu metode yang digunakan untuk merehabilitasi pecandu narkoba. Para pecandu narkoba dituntun untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat, sering diajak ngobrol, dibesuk, diajak melakukan ibadah shalat dan mandi malam. Mereka juga diberi asupan air kelapa muda dan madu untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan melunturkan racun.
“Mereka tidak kita bedakan agar dia cepat sembuh. Kalau kita baurkan dengan masyarakat bisa cepat sembuh. Pecandu narkoba kan salah satu sebabnya biasanya frustrasi karena tidak ada yang bisa dijadikan tempat cerita,” kata dia.
Agar tak semakin banyak remaja yang direhabilitasi, Pesantren Al-Amin juga menerapkan upaya-upaya preventif bagi para pemuda sekitar. Ngopi, bermain gitar, dan berbagai kegiatan lain dilakukan bersama para pemuda agar mereka tidak mengarah pada kegiatan-kegiatan negatif.
Walau harus berkecimpung dengan kalangan masyarakat yang telah dipandang negatif, Cak Dul mengaku berupaya untuk terus berpikir positif. Para pengelola pesantren tak pernah khawatir dengan dampak buruk bergaul bersama komunitas-komunitas tersebut. Ketika tujuannya baik, kata dia, Allah akan memberikan pertolongan dan perlindungan dari segala hal buruk yang bisa saja mengadang.
“Kalau nggak gitu saya nggak bisa lemu kalau mikirnya yang aneh-aneh,” katanya bergurau.
Cak Dul mengklaim, kini konsep pesantren rakyat semakin berkembang. Pembahasan ini telah dilakukan di kampus-kampus Islam negeri. Ke depan, salah satu kampus Islam negeri di Malang dikabarkan akan menjadikan pesantren rakyat sebagai salah satu jurusan.
Ia berharap, kehadiran pesantren rakyat dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang muncul di Indonesia. Ia menyayangkan banyaknya kampus, sekolah, dan lembaga pendidikan tak mampu menyelesaikan berbagai masalah yang muncul.
“Contohnya, nilai biologi sembilan, tapi dia tidak bisa membedakan sapi dan kerbau. STM penerbangan, tapi tidak punya pesawat. Jurusan hokum, tapi dihukum. Jurusan syariah, tapi korupsi. Ini kan kecelakaan besar,” kata dia. Oleh Sri Handayani, ed:Hafidz Muftisany
http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/16/04/08/o5ar468-pesantren-rakyat-alamin-mengedepankan-silaturahim